November 2024 | Mon | Tue | Wed | Thu | Fri | Sat | Sun |
---|
| | | | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | | Calendar |
|
|
| [ON WRITING/T] P4: WftD | |
|
+12Roxas_Zero_Knightler sukuna-yomiha Akira Adachi TenCircle Yousuke Arnaud Fon Asch Yukio Kishida Ciocarlie codename710 aragistupidhoe minachi arisa lalalalala 16 posters | |
Pengirim | Message |
---|
lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 09, 2009 7:25 pm | |
| oot: blog..? oke, nanti aku liat. tp aku nggak bisa review. nggak punya blog. tp kyknya blogspot bisa review tanpa punya blog kan ya? karena aku takut ini topik di kunci, jadi aku post fanfic ku di sini, sesuai saran aragiyamato dan minato ishida (makasih!). aku bakaln lanjutin kalau... ngg... ada yg... baca..? | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 09, 2009 7:27 pm | |
| Title : Persona 4: Waiting for the Dawn Rating : T Genre : Adventure/Mystery Author : lalalalala Disclaimer : Para karakter dr Atlus Starring : Investigation Team.
--
Langit yang sudah lama tidak menunjukkan warna birunya yang indah, dipenuhi dengan awan-awan gelap yang menurunkan tetes-tetes hujan, menghujani kota yang kecil itu. Orang-orang berlarian, menutupi kepala mereka dengan apapun yang mereka bawa, dan mencari tempat berteduh yang ada. Mereka akan berdecak kesal, menghentak-hentakkan kaki mereka, lalu memutar bola mata mereka dan mendengus kesal seraya menyalahkan hujan yang semakin lama malah semakin deras. Mereka lalu akan berlari, melindungi kepala mereka dari tetesan air hujan tanpa memperdulikan kabut tebal yang terus menyelubungi kota itu, sejak dulu.
Naoto mengangkat wajahnya, menatap langit yang terus menerus diselubungi awan gelap, bahkan sejak ia mendatangi kota ini untuk menyelesaikan kasus yang berkaitan tentang pembunuhan berantai dua wanita di Inaba: Mayumi Yamano dan Saki Konishi. Kasus itu pada akhirnya ditutup, dengan ditetapkannya Namatame sebagai pelaku dari segala pembunuhan dan penculikan itu. Ia melanjutkan perjalanannya sambil memegang erat payung yang dibawanya, melangkah memasuki Junes Department Store.
“Oh, hai, Naoto-kun!” seru Yosuke, melihat perempuan bertubuh pendek dengan topi biru gelap yang menutupi rambut anak itu, yang memiliki warna yang sama dengan topinya itu, memasuki Junes sambil menutup payungnya.
Mendengar namanya dipanggil, Naoto menoleh, lalu mengangguk pada Yosuke, membalas sapaannya. Ia dapat melihat Yosuke berjalan ke arahnya sambil menurunkan headphone yang tadi didengarkannya, mengalunginya kembali di lehernya. Ia melambaikan tangannya, kemudian berlari mendekati Naoto dengan cengiran di wajahnya.
“Selamat siang, Yosuke-senpai,” balas Naoto sambil memperlihatkan senyum kecil di wajahnya dan mengangguk. Ia menaruh payungnya yang basah kuyup di dalam keranjang yang berisi payung-payung lain dengan warna yang beragam—merah muda, hitam, putih, biru tua—yang ia tebak adalah milik orang-orang lain yang juga berkunjung ke Junes. “Kerja part-time?” tanyanya sambil memperhatikan pakaian yang Yosuke gunakan.
Yosuke mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu sambil menunjuk celemek berwarna krem dengan tali merah yang melingkari lehernya. “Yap. Detektif memang hebat, bisa menebak ini dan itu dengan cepat.” Setelah itu, ia tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Naoto. “Belanja, nyonya Detektif?” Kali ini, ia yang balas bertanya.
“Tentu.” Naoto mengangguk membalasnya. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memperhatikan beberapa orang yang berjongkok, menelungkup dan menutupi wajah mereka, memendamnya di kedua lutut mereka sambil menggumamkan sesuatu yang tidak pernah ia mengerti. Yosuke sepertinya mengetahui apa yang Naoto perhatikan, dan ia mengangkat bahu malas. “Semakin lama semakin banyak,” gumam Naoto sambil menghitung berapa banyak orang-orang seperti itu yang ada di lantai dasar Junes ini.
Satu...dua...tiga...empat. Empat orang, tiga lelaki dan satu perempuan, dan keempatnya terus menggumamkan kata-kata yang berbeda, dan sama-sama tidak memiliki arti sedikit pun.
“Apa kabut ini yang mempengaruhi mereka?” tanya Yosuke selagi ia melepaskan celemeknya dan memegangnya dengan tangan kanannya, kemudian ia menoleh ke luar Junes, memandangi jalan raya yang dipenuhi kabut-kabut tebal, seperti di tempat-tempat lainnya.
Untuk menjawabnya, Naoto hanya mengangkat bahu. Matanya melirik menatap jalan raya yang diselubungi kabut, lalu kembali kepada keempat orang yang masih terus bergumam. “Bisa jadi. Dan lagi, makin banyak orang yang berteriak-teriak sambil menggunakan masker di jalanan, sampai saat ini.” Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat rambut biru pendeknya bergoyang-goyang mengikuti gerakan kepalanya. “Oh—Senpai sudah dengar? Kabut ini, sudah... memasuki bagian dunia lainnya.” Ia berbisik pelan. “Beberapa daerah di negara lainnya, sudah mengalami fenomena seperti ini: kabut tebal, orang-orang mulai bergumam sendiri, dan... rumor tentang dunia yang akan berakhir.”
Mata cokelat Yosuke melebar mendengarnya, membuat bahunya bergidik, lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap lurus ke mata Naoto, yang tidak menunjukkan bahwa ia sedang bercanda. “Benar?”
“Menurut catatan yang kukumpulkan dari berita di internet, lalu di televisi pun begitu. Mulai dari Korea Selatan dan Utara, China, Nepal, Bangladesh, dan kini, sampai ke Myanmar. Hanya masalah waktu agar kabut ini merambat hingga sampai Laos, Thailand, atau bahkan Vietnam.” Naoto menurunkan kelopak matanya, melirik ke arah lain, dan ia menurunkan volume suaranya, “Hanya masalah waktu, sampai kabut ini mempengaruhi seluruh dunia, Senpai.”
Selagi Naoto masih melanjutkan pembicaraannya, mata Yosuke terus mengerjap-ngerjap, mendengar satu persatu perkataan yang dikatakan Detektif itu, berusaha mencernanya di dalam otaknya yang termasuk dalam golongan standar atau rata-rata ini. Ia mengacak-acak rambutnya yang kecoklatan, membuat Naoto mengerutkan dahinya, bingung.
“Ada masalah, Senpai?” tanya Naoto sambil memperhatikan raut wajah Yosuke yang mengusut.
Yosuke mengangguk dengan cengiran bodoh membingkai wajahnya. “Oh, tentu ada. Masalahnya: aku nggak mengerti sedikit pun. Apa yang terjadi dengan dunia kita? Apa yang terjadi pada... Inaba?” Ia menghela napas, lalu menggerakkan bola matanya, melirik jam tangan hitam yang akhir-akhir ini selalu dipakainya, jam digital, yang kini menunjukkan waktu 02.06 PM.
“Senpai?” Naoto memanggil Yosuke, membuat lelaki berambut coklat itu mengerjap-ngerjapkan matanya, mendapati Naoto menatapnya dengan dahi mengerut, lagi. “Ada apa?”
“Nggak, nggak ada apa-apa,” jawab Yosuke sambil mengangguk-angguk dan ia mulai memakai celemeknya kembali. “Sepertinya waktu istirahatku hampir habis. Kamu mau belanja kan, Naoto-kun?” tanyanya, dan ia melihat Naoto mengangguk. “Kalau begitu, aku duluan.” Setelah itu, ia membalikkan badannya seraya tangan kanannya melambai pada perempuan di belakangnya itu, lalu memasuki kawasan perbelanjaan dan mulai memutar kembali apa yang Naoto katakan padanya.
Hanya masalah waktu, sampai kabut ini mempengaruhi seluruh dunia, Senpai. Kalimat itu terus terngiang, lengkap dengan suara rendah dan betapa kecilnya volume yang Naoto keluarkan, juga bagaimana ekspresi Detektif itu saat ia mengatakannya dengan nada was-was, cemas.
--
segini dulu deh. aku... emm.. malu? ya sudahlaaaah. aku malu, maluuu!
Terakhir diubah oleh lalalalala tanggal Sun Aug 09, 2009 2:49 pm, total 1 kali diubah | |
| | | Tamu Tamu
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 09, 2009 9:04 pm | |
| haha.
ffic elo bagus yak...
fanfic saia tuh bejad bgt... *yg blm di remake sama yg diremake sama bejatnya XP* |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 11:40 am | |
| ngg... makasih.
bejat? nggak kok, menurutku bagus. kenapa nggak dilanjutin? | |
| | | Tamu Tamu
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 3:21 pm | |
| mw diremake di fanfictionnet, c |
| | | aragistupidhoe Mod
Jumlah posting : 2613 Age : 31 Quote : Let's make PLI better places for everyone! Money : 33229 Registration date : 11.10.08
Persona-User Information Name: Persona: Gender:
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 4:00 pm | |
| Btw...Ternyata Fanfic Lalalalala sudah sampai 3... ng, kalau gitu lanjutin saja... Keren loh! masalah detailnya itu...biar aja sudah, aku sudah ngak masalah . Tapi terserah sih, kalau mau tetap lanjut atau remake lagi | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 4:04 pm | |
| aduh aku males remake. nggak apa deh. di chap selanjutnya aku udh coba kurangin detil nyaa.. tapi apa bakalan jd aneh ya...? | |
| | | aragistupidhoe Mod
Jumlah posting : 2613 Age : 31 Quote : Let's make PLI better places for everyone! Money : 33229 Registration date : 11.10.08
Persona-User Information Name: Persona: Gender:
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 4:07 pm | |
| kalau udah terlanjur...ya sudah. Ngak apa-apa kok aku kayaknya musti sedikit mencontoh fanfic anda malah. Hehehehe tapi beneran kok, kalau ngak mau dikurangin detilnya ya ngak apa-apa | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 15, 2009 6:19 pm | |
| Seperti hari lainnya, malam selalu datang, memunculkan bulan yang mulai menerangi Inaba dengan cahayanya yang redup, menemani bintang-bintang kecil berkelap-kelip dengan indahnya. Angin malam berhembus kencang, menimbulkan suara gemerisik saat dedaunan pepohonan bergoyang-goyang dan saling bergesek satu sama lainnya. “—kabut tebal ini mulai memasuki kawasan Hanoi, Vietnam. Selain itu, kabut ini juga mulai memasuki kawasan Laos yang berada di sebelah barat Vietnam dan—“ Yosuke melempar remote televisinya ke atas sofa kamarnya, lalu menghela napas dan berjalan mendekati beranda kamarnya. Ia membuka pintu beranda, membiarkan angin malam masuk dan memenuhi kamarnya yang cukup luas, lalu melangkah keluar dan berdiri, memandangi pemandangan kabut yang ada di hadapannya. Kabut, kabut, dan kabut. Segalanya kabut. Hingga malam tiba, kabut tebal itu belum juga menghilang. Ia teringat perkataan Naoto tadi siang, lalu ia mengacak-acak rambutnya sambil mengerang pelan, tidak mengerti. Apa yang akan terjadi bila kabut ini terus menyebar? Apa dunia ini akan sama seperti dunia sana—dunia tempat Teddie berada, tempat kemana beruang bodoh itu melarikan diri? Ia menggeleng pasrah, tidak tahu. Ia bahkan tidak tahu mengapa Teddie meninggalkan mereka, atau mengapa kabut ini masih terus menyelubungi kota Inaba yang kecil ini, atau mengapa ia merasa ada sesuatu yang janggal, atau mengapa ia merasa dunia ini semakin lama akan semakin aneh, dengan kabut yang semakin lama akan semakin mempengaruhi banyak orang. Bagaimana kalau presiden Amerika, entah siapa—ia lupa, terpengaruhi oleh kabut ini? Bagaimana kalau presiden itu pada akhirnya terus menelungkup diri, meninggalkan berkas-berkas yang seharusnya ia kerjakan, dan ia akan menggumamkan kata-kata aneh, seperti yang keempat orang tadi lakukan? Bagaimana dengan dunia ini? Apakah ekonomi dunia akan hancur? Bagaimana dengan nasib Junes? Bangkrut? Yosuke langsung menggelengkan kepalanya, membuang jauh-jauh pikirannya tentang itu. Ia menghela napas, melangkah masuk karena tubuhnya sudah mulai menggigil karena dinginnya malam, lalu mengunci pintu berandanya dan menatap televisinya yang masih menayangkan berita tentang perekonomian dunia yang semakin lama semakin merosot. Dengan malas, Yosuke mengambil remote televisinya, lalu mematikan televisi itu, membiarkan layarnya berubah menjadi berwarna hitam gelap, yang ada hanyalah pantulan dirinya: seorang anak lelaki dengan rambut kecoklatan yang berantakan, dengan headphone melingkar di lehernya dan baju putih dengan kerah orange di sekitar lehernya. Bola mata cokelatnya melirik jam dinding bulat yang tergantung di dinding kamarnya, dengan jarum pendek yang hampir mendekati angka dua belas, dan jarum panjang yang terus menerus bergerak, dengan suara 'tik tik tik' dan terus mendekati angka sepuluh, sebelas, dan... dua belas. Yosuke memfokuskan matanya, menatap televisi kosongnya, lalu ia tertawa. Tentu saja Midnight Channel tidak akan muncul. Namatame, pelaku penculikan dan juga pembunuh yang membunuh Saki Konishi, kini sudah mendekam di dalam penjara. Dan juga, hari ini tidak hujan, dan tak mungkin Midnight Channel akan muncul pada hari berkabut tanpa hujan seperti ini. Namun ia salah, ia sangat salah. Layar televisinya tiba-tiba bergerak, menimbulkan gambar yang tidak jelas, begitu samar-samar. Yosuke membelalakkan matanya, mengusapnya berkali-kali, namun ia tidak salah. Midnight Channel, kembali lagi, namun kali ini... yang ada di dalam situ bukanlah orang seperti biasanya, melainkan... Inaba. -- ini kelanjutannya. dan ini baru chap. prolog nya.. o ya, aku mau promosi lg (oot) Chapter 4 dari Persona 4: Waiting For the Dawn udah muncul di ff.net. tolong di baca dan review ya.. | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 22, 2009 3:18 pm | |
| Persona 4: Waiting For the Dawn —Lembar Pertama— Terkadang, sesuatu yang berharga pun dapat berubah menjadi sampah, tanpa kita sadari. Aroma bunga yang lembut memenuhi kamar bernuansa merah muda itu, menggelitik penciuman Yukiko dan Rise selagi bola mata keduanya tak beranjak menatap layar televisi yang terus bergerak, menampilkan drama dari salah satu koleksi DVD yang Rise miliki. Di antara posisi duduk mereka, terlihat sekotak tisu yang kini tinggal berisi beberapa helai tisu, yang berkurang satu ketika tangan Yukiko bergerak, meraih satu helai tisu dari dalam kotak itu dan menghapus air matanya yang mengalir seraya bola matanya masih terus mengikuti gerakan pemuda yang ada di dalam televisi itu. Di sampingnya, Rise menggerakkan tangannya, menyeka air matanya yang hampir membludak keluar, lalu menutup mulutnya dan menggeleng-gelengkan kepala. Dan ketika layar di hadapan mereka berwarna gelap, dengan tulisan ‘TAMAT’ terpampang jelas di tengah-tengah, tangis mereka pecah, memenuhi seisi ruangan yang dingin itu. Lantunan lagu penutup drama itu terdengar selagi Rise sibuk menghabiskan persediaan tisunya hanya untuk mengusap-usap matanya yang basah, sedangkan Yukiko masih berkutat dengan tisunya yang sama, melipat-lipatnya dan menggunakannya kembali untuk mengelap air mata yang menggenang di sudut matanya. Rise menggerakkan badannya yang sejak tadi berada dalam posisi duduk bersila, melepas bantal berbentuk hati yang sejak tadi dipeluknya, lalu mendekatkan jari telunjuknya yang kurus dan menekan tombol di DVD Player-nya, membuat lantunan lagu itu berhenti seraya mesin di hadapannya mengeluarkan kepingan DVD itu. Yukiko bangkit dari duduknya, hampir saja menendang piring yang berisi makanan ringan yang tadi dinikmatinya sepanjang drama itu, lalu menuju tempat sampah terdekat dan membuang tisu basah yang sudah dilipat-lipatnya. Ia melirik ke arah telepon genggam Rise yang tergeletak begitu saja di atas meja belajarnya. 11.58 PM—hampir tengah malam. “Nah, Yukiko-senpai,” panggil Rise setelah ia selesai membereskan kepingan DVD miliknya. Ia melangkah ringan mendekati Yukiko dengan cepat dan rambut ikalnya yang berwarna kemerahan berkibar-kibar tertiup AC yang menyejukkan kamar berukuran sedang dengan pernak-pernik lucu di setiap sudutnya itu. “Sekarang kita mau ngapain? Oh, apa sekarang lebih baik kita melakukan make over kayak yang sering kita lihat di TV?” usul Rise, dan ia terkekeh begitu membayangkan saat-saat ketika ia mendadani Kanji menjadi wanita yang sangat 'cantik' saat Festival Sekolah pada musim gugur tahun lalu. Mendengar usulan Rise, Yukiko mengernyit, dan ia bergidik saat ingatan-ingatannya tentang Beauty Pageant tahun lalu bermunculan di otaknya. “Ngg... nggak. Terima kasih.” Yukiko menjawab singkat dan tegas, disusul dengan erangan kecil Rise yang tidak setuju. Selagi Rise masih sibuk memberikan usulan lain untuk mengisi waktunya—sepertinya, ia tidak memiliki rencana sedikit pun untuk tidur hari ini—, Yukiko melangkahkan kakinya, menghindari gelas-gelas yang kini tinggal terisi setengah air di dalamnya, berusaha agar tidak memecahkannya, kemudian melompati bantal-bantal yang menggunung di atas karpet kamar Rise, mendekati televisi yang masih menyala dengan layar kebiruan, tanpa tayangan apapun. Telepon genggam Rise bergetar, bersamaan dengan ibu jari Yukiko yang menekan tombol televisi, mematikannya, membuat layar televisi menjadi kosong. Rise terpekik kecil, lalu menghela napas lega ketika ia tahu bahwa telepon genggamnyalah yang bergetar. Ia tertawa sambil melangkah, mendekati meja belajarnya, menyentuh tombol teleponnya, dan getaran itu menghilang, meninggalkan ruangan yang sepi itu. Rise tertawa seraya ia berbalik, memandangi Yukiko yang sedang membelakangi televisi. “Alarm tadi biasanya kupakai biar aku tidurnya nggak kemaleman. Tapi besok kan lib—Senpai?” Bola mata Rise terbelalak, memperlihatkan dengan jelas warna coklat gelap yang menghiasi bola mata itu. “Di-di belakang...?” Rise melangkah mundur, membuat punggungnya bertabrakan dengan rak di belakangnya, menggoyangkan botol parfum yang berdiri di dalam rak itu. “Belakang?” ulang Yukiko sambil mengerutkan dahinya. Ia menolehkan kepalanya, memandang lewat bahu kanannya, dan ia melompat, reflek menjauhi televisi itu ketika mengetahui apa yang terpampang di layarnya yang kini, sudah tidak kosong kembali. Tawa gugup Rise menggema kembali, memenuhi kamarnya yang sepi. Hembusan napas Yukiko yang memburu berganti-gantian terdengar dengan deru mesin AC yang terus menyala. “I-itu... bagaimana bisa?” ujar Rise, menyuarakan pertanyaan yang mulai berputar-putar di otak Yukiko. Ia melangkah mendekati Yukiko, memegangi pundak kakak kelasnya itu, lalu perlahan-lahan mengeluarkan kepalanya yang tadi disembunyikannya di balik tubuh Yukiko, menatapi layar televisinya yang terus bergerak-gerak dengan gambar yang semakin lama berubah menjadi semakin tajam. Yukiko melangkah mendekati televisi itu, masih dalam diam, sedangkan Rise mengikutinya dengan tangan bergetarnya yang masih memegangi pundak Yukiko. Mata hitam Yukiko bergerak, mengikuti gerakan yang ada di dalam televisi itu. Midnight Channel, ujarnya dalam hati sambil menelan ludah. “Itu... siapa—bukan—apa?” tanya Rise sambil keluar dari persembunyiannya, mendorong Yukiko untuk sedikit bergeser dan memberinya tempat agar bisa ikut menatap layar televisinya. Ia menoleh dan melihat tatapan Yukiko yang terarah lurus ke depan sementara bahunya terangkat, menandakan bahwa ia tidak tahu. Rise menghela napas panjang, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada hal di depannya. Yang terlihat hanyalah sebuah kota yang terselubungi kabut yang tebal, dengan jalanan yang kosong, mobil-mobil dengan merek dan warna beragam yang terbengkalai, sampah-sampah yang berserakan di tengah jalan, terbang dan menabrak tembok ketika angin bertiup, menggoyang-goyangkan poster-poster yang tertempel di berbagai tempat. Rumah-rumah yang biasanya dipenuhi canda tawa keluarga yang menempatinya, kini kosong dengan pintu yang terkadang terbuka begitu saja, atau jendela yang terlepas dari engselnya, jatuh dan pecah. “Ba-bagaimana bisa—?” gumam Yukiko pelan sambil merogoh-rogoh sakunya, mencari telepon genggamnya untuk menelpon seseorang, siapa saja. Alis Rise berkedut selagi matanya masih tertuju pada tayangan di hadapannya. “I..ini..?” Rise memiringkan kepalanya, membuat rambut ikalnya ikut bergerak, menggelitik lehernya yang telanjang. Entah bagaimana, ia merasa familiar akan kota kosong terbengkalai ini. Ia memelototi gambar di hadapannya itu, tak mengetahui bahwa Yukiko berpikir perbuatan itu mungkin saja akan membuat bola matanya melompat keluar dan menggelinding di lantai. “Rise-chan?” Terdengar suara lembut Yukiko memanggil dengan nada cemas. Rise menoleh lagi, lalu menggeleng dengan senyum kecil menghiasi wajahnya, membuat aura cerah kembali merebak keluar dari dirinya. “Nggak, nggak apa-apa, Yukiko-senpai. Cuma,“ pandangan Rise berpindah, dari bola mata hitam Yukiko yang masih menatapnya, menuju layar televisinya yang berubah menjadi semakin samar, “kota ini... aku... mungkin pernah datang kemari—hah?” Rise menyentuh bingkai televisi itu, mendekatkannya ke wajahnya agar ia bisa melihat lebih jelas. “Senpai! Ini—“ “Samegawa Flood Plain,” potong Yukiko dengan nada was-was dan alis berkerut. Ia menatap layar telepon genggamnya, lalu berdecak kesal sambil melirik ke arah sinyal teleponnya. “Nggak ada sinyal,payah.” “—Riverbed, lalu—Senpai! I-ini sekolah kita!” Rise menarik lengan Yukiko, membuat telepon genggamnya terlepas dari genggamnya, melesat menyentuh karpet dalam hitungan detik. Layar teleponnya tiba-tiba menyala, menunjukkan jam teleponnya yang bermodel digital: 00.08 AM. “Ini.. Inaba?” Rise menyuarakan pikiran Yukiko, menekankan perkataannya pada kata-kata ‘Inaba’ yang tadi diucapkannya. Yukiko menoleh, dan ia dapat mendengar Rise mendesah kecewa ketika bayangan-bayangan di layar televisi itu berubah semakin buram, semakin samar-samar hingga akhirnya menghilang, kembali menjadi layar yang gelap dan kosong. Ia dapat melihat pantulan dirinya dan Rise di layar televisi yang kehitaman itu. Dan ketika Rise meraung kecil dengan nada kesal seraya melepaskan cengkramannya pada lengan Yukiko dan melangkah mendekati jendela kamarnya, ia dapat melihat pantulan dirinya dengan lebih jelas. “Tadi itu Inaba, kan, Yukiko-senpai?” gumam Rise pelan sementara tangan kanannya bergerak, menyibak tirai berwarna merah mudanya yang lembut, menatap lurus keluar yang masih dipenuhi kabut-kabut putih yang tebal. Ia menghela napas. “Apa maksudnya?” Dahinya berkerut seraya ia menempelkan wajahnya ke kaca jendelanya yang mengembun, mengamati pemandangan di luar kamarnya itu. Dan tiba-tiba, suara kaca pecah terdengar dari arah bawah, membuat Rise dan Yukiko menoleh dengan raut wajah tegang. Yukiko melirikkan bola mata hitamnya ke arah Rise, yang saat itu juga sedang melirik ke arahnya. Rise menutup tirainya, berjalan perlahan mendekati Yukiko yang kini mulai melangkah menuju pintu kamar Rise. “Mau lihat?” tanya Yukiko dengan nada was-was. Ia mengerutkan dahi dan melirikkan matanya, mencoba melihat Rise yang berdiri di belakangnya sambil meremas pundaknya erat-erat. “Rise-chan?” Ia mengulangi lagi pertanyaannya. Rise menelan ludah, lalu memejamkan matanya dan bergumam pelan. Ia membuka matanya, memperlihatkan bola mata kecoklatannya yang bulat, lalu mengangguk mantap. “Ya.” Walau ia berkata semantap itu, ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia setengah mati ketakutan. Ia dapat merasakan jari-jarinya yang meremas pundak Yukiko, gemetar tak beraturan, dan keringat dingin mulai mengalir deras dari dahinya, turun dan mengaliri pipinya yang putih. Ketika tangan Yukiko bergerak, menggenggam ganggang pintu kamar Rise dengan erat, lalu memutarnya dan mendorong pintu itu, Rise berani bersumpah, ia mendengar suara lonceng berdentang, memenuhi isi kepalanya, membuatnya pusing dan hampir saja kehilangan keseimbangan bila tangannya tidak berpegangan pada pundak Yukiko. Setelah suara lonceng itu menghilang, tiba-tiba di belakangnya, terdengar suara tawa menggema, hampir sama dengan tawa berisik Yukiko bila perempuan itu kehilangan kendali dirinya. Langkah Rise terhenti dan cengkraman di pundak Yukiko semakin kencang, membuat perempuan berambut hitam panjang itu mengerang kesakitan, yang tidak didengar sedikit pun oleh Rise. Ia perlahan menoleh ke belakang, mencari tahu siapa yang tertawa—atau mungkin, menertawakannya—di belakang sana. Namun tak ada siapapun. Yang ada hanyalah kamarnya yang kosong dan dingin, dengan deru angin yang bertiup memasuki kamarnya melalui sela-sela jendela yang sedikit terbuka. Ia mengernyit, lalu mendorong Yukiko untuk segera menjauh dari kamarnya sambil meyakinkan diri bahwa tawa tadi hanyalah halusinasinya. Yukiko mengernyit heran melihat sikap gelisah Rise, namun ia mengangkat bahu dan mulai melangkahkan kakinya yang terbalut kaos kaki hitamnya, menuruni tangga yang dingin dan licin. -- lanjutannya, hahaha. oot: saya mau promosi lagi, boleh? chapter 5 dari Persona 4: Waiting For the Dawn udah muncul di ff.net. tolong baca dan review, yaaa | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Wed Mar 25, 2009 10:00 pm | |
| Fanficnya lalalalala keren!!! aku suka detailnya!! gpp kok gak usah dikurangin kyknya. Malah ceritanya jd tambah jelas. ^ ^ trus yg waiting for the dawn, aku udah baca salah satu chapternya. bagus kok. cuma, judulnya aj kyknya aga sedikit kepanjangan. tapi terserah si.. -_- kakn kamu yg bwt.. | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Wed Mar 25, 2009 10:04 pm | |
| huahaha, makasih pujiannya! fanfic mu juga kuereeeen bgt kok! bahas inggris lagi! saya saluuut lho! emang namanya juga saya pikir kepanjangan, apa di hapus aja kali ya 'persona 4' - nya itu..? | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Wed Mar 25, 2009 10:06 pm | |
| bukan itunya.. maksudnya, judul perchapter: Terkadang, sesuatu yang berharga pun dapat berubah menjadi sampah, tanpa kita sadari.
itu judul bukan? ato cuma quote pembuka? suka bingung saya... hehehe | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Wed Mar 25, 2009 10:09 pm | |
| itu sih bukan judul cuma, em... apa ya namanya? kayak gambaran isi hati para karakternya gitu lho yup, kayak semacam quote pembuka aja, hehe. o ya, tolong review, dong. (digeplok gara2 minta2 seenak hatinya) haha, kalau nggak mau nggak apa, sih. udah mau baca aja aku udah seneng banget kok, makasih!
Terakhir diubah oleh lalalalala tanggal Wed Mar 25, 2009 10:16 pm, total 1 kali diubah | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Wed Mar 25, 2009 10:15 pm | |
| hmm.. kl gitu gpp... soalnya sempet tak kira judul.
oke, ntar ya..... tapi pasti dkasi kok. XD | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Mar 29, 2009 10:38 am | |
| Angin bertiup kencang, memasuki sela-sela jendela itu, menggoyangkan tirai berwarna biru muda yang lemas. Cahaya temaram yang berasal dari lampu kecil yang berdiri tegak di atas meja belajar itu memenuhi ruangan yang kecil itu, memberikan kesan hangat walaupun sangat berkebalikan dengan kenyataannya yang sebenarnya. Suara kipas angin terus terdengar, berputar-putar seraya menghasilkan angin yang sejuk, bersahutan dengan dering telepon genggam yang terdengar, bergetar-getar di atas meja tidur yang dipenuhi benang-benang dan kain-kain dalam berbagai macam jenis lainnya. Kanji mengangkat wajahnya perlahan, membuka matanya setengah, lalu menguap kembali dan membenamkan wajahnya ke dalam bantal putihnya yang empuk. Ia menarik selimut tipisnya yang terjatuh akibat tendangan yang tidak disadarinya tadi malam, menutupi tubuh besarnya yang mulai menggigil kedinginan, mengabaikan telepon genggamnya yang terus bergetar seraya menyanyikan nada-nada yang membuatnya ingin melempar telepon itu keluar jendela, membiarkannya hancur berkeping-keping asalkan ia bisa tidur dengan tenang. Masih dalam keadaan mata terpejam, tangan kiri Kanji bergerak, meraba-raba penutup kasurnya yang halus, bergerak menuju meja tidurnya dan hampir saja menumpahkan gelas berisi coklat hangat yang tadi Ma-nya buatkan, lalu meraih telepon genggamnya. Ia menggerakkan kepalanya, menolehkannya seraya bola mata coklatnya bergerak-gerak, membaca nama yang terpampang di layar itu. Yosuke Hanamura. Terpaksa, ia menjawabnya dengan uapan lebar sebagai sambutan bagi kakak kelasnya itu. “Kanji?” teriak Yosuke dari seberang, membuat telinga kanan Kanji berdenging saking kencangnya teriakan itu. Ia berdecak kesal, lalu menggertakkan giginya sambil menggeram, berharap Yosuke mendengar hal itu dan menutup teleponnya dalam hitungan detik. “Kanji? Halooo!” Yosuke masih tetap berteriak, membuat Kanji menggeleng-geleng sambil menggerakkan tangannya yang lain, menepuk jidat lebarnya. Sebelum telinganya pada akhirnya tuli gara-gara teriakan Yosuke, Kanji akhirnya berdeham, lalu mendengar Yosuke berdecak kesal di seberang sana sambil memaki, membuat alisnya mengernyit. “Yo, Senpai.” Kanji menyapa, lalu menguap lebar kembali. Ia melirikkan matanya yang masih setengah terbuka, menatap jam berbentuk kotak yang berdiri di atas televisi kecilnya. Ia mengernyit memandangi jarum pendek yang sedang menunjuk angka dua belas, lalu jarum yang lebih panjang lainnya, menunjuk angka satu, dan jarum yang paling panjang dengan warna yang berbeda dari kedua jarum tadi, bergerak-gerak melewati angka sebelas. Yosuke lalu mulai berbicara dengan nada aneh dan intonasi yang berantakan, tergagap-gagap, berkali-kali bergumam tentang ‘televisi-televisi’, atau ‘tengah malam’, atau ‘kabut tebal’, atau ‘Inaba yang masuk televisi’, membuat dahi Kanji mengerut bingung. Hal yang paling jelas yang didengarnya dari Yosuke adalah: “Naoto bilang, kabut-kabut ini sudah mulai masuk ke negara-negara lain!”. Dan kalimat itu, sukses membuat Kanji mengingat kembali mimpi yang baru saja dialaminya tadi, dan ia menghela napas panjang, kecewa. “Jadi—“ “Maaf, Yosuke-senpai. Tapi kuharap kamu tahu sekarang jam berapa, dan kamu tahu siapa yang saat ini sedang kamu telepon,” potong Kanji kesal seraya tangan kirinya bergerak-gerak, mengacak-acak rambut keputihannya, yang membuatnya terlihat seperti bapak-bapak, sangat jauh berbeda dengan umurnya yang sebenarnya. Ia memutar bola matanya ketika belum juga mendapat respon dari Yosuke, kemudian melanjutkan, “Oh, atau mungkin, Senpai sangat tertarik untuk menemukan sepatuku—yang, untuk informasi saja, memiliki ukuran 42—berada di dalam mulut Senpai besok pagi, eh?” Setelah itu, Kanji terkekeh pelan, berharap Yosuke tidak mendengar tawanya agar lelaki itu tidak menyadari bahwa ia hanya bercanda. Tapi setelah itu, tak ada suara apapun yang terdengar dari telepon genggam Kanji, dan lelaki itu mengerutkan dahinya seraya pikirannya dipenuhi dengan perasaan bingung. Tak ada suara Yosuke, tapi juga tak ada suara ‘tut tut tut’ yang biasanya menandakan bahwa sambungan telepon sudah diputus. Yang terdengar di telinganya hanyalah suara deru angin yang mulai menggebrak-gebrak jendelanya, suara putaran kipas angin yang menggoyang-goyangkan kertas-kertas yang berserakan di atas meja belajarnya, juga sebuah suara berisik lainnya, yang berasal dari jam kotaknya yang berdiri di atas televisi—bukan—berasal dari televisi yang seingat Kanji, sudah ia matikan sesaat sebelum ia pergi tidur beberapa jam yang lalu. “Kamu lihat itu, Kanji?” tanya Yosuke pelan dengan nada putus asa. “Di kamarmu ada TV, kan? Lihat itu!” Ia berseru frustasi, dan terdengar hentakan meja bersamaan dengan sesuatu yang pecah, disusul dengan erangan kesal Yosuke yang mulai bergumam kecil. Kanji menggerakkan badannya, menurunkan kedua kakinya dari kasurnya, membiarkan telapak kakinya yang telanjang bersentuhan dengan lantai kayu rumahnya yang dingin, membuat kakinya bergetar sebentar. Ia bangkit dari kasurnya, menimbulkan suara berderit yang berasal dari per kasurnya, lalu perlahan-lahan melangkahi barang-barang yang berserakan di kamarnya yang bisa disamakan dengan kapal rusak yang sudah tertinggal dan terlupakan oleh pemiliknya, lalu berdiri tegak di hadapan televisinya, menatap tayangan yang berada di layar televisinya itu. “Jadi, apa nama acara ini, Senpai?” tanya Kanji sambil menggaruk-garukkan kepalanya, bingung karena ia yakin ia sudah mematikan televisinya itu. Selagi layar di hadapannya memperlihatkan suatu lokasi, yang entah mengapa, terasa sangat familiar bagi Kanji, ia mendekatkan wajahnya, nyaris menekankan hidungnya ke layar televisi yang dingin itu. “I..ini—!“ Suara datar Yosuke-lah yang melanjutkan perkataan Kanji, “Tatsumi Textile—rumahmu, Kanji. Kamu lupa? Itu Midnight Channel.” Yosuke menekankan perkataannya pada kata ‘Midnight Channel’, membuat Kanji menghantamkan kepalan tangannya ke lemari yang berada di samping televisi, membuat beberapa tumpukan buku yang berada di atas lemari itu, bergoyang-goyang dan sebagian melayang jatuh ke lantai, menimbulkan suara berisik. Bola mata Kanji mulai bergerak kembali seraya Yosuke mulai berbicara kembali, dan terkadang Yosuke mendesah pelan, atau menggertakkan giginya dengan keras hingga berakhir dengan salah satu giginya terluka, mengeluarkan darah yang memenuhi mulutnya dengan rasa asam. “Lihat, kuil itu; Tatsuhime Shrine. Lalu... Aiya Chinese Diner.” Yosuke berbisik selagi Kanji masih sibuk mengerutkan dahinya dan menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat beberapa helai rambutnya yang berdiri, ikut bergoyang-goyang. “Itu Shopping District bagian utara.” Kanji memelototi layar televisi itu, lalu ia berdecak kesal begitu layar televisinya tiba-tiba terlihat buram, semakin lama semakin samar hingga akhirnya gambar yang tadinya begitu tajam, hanya tinggal beberapa garis-garis dan kemudian menghilang, ditelan gelap layar televisi yang kosong itu. “Yang terakhir... Yasogami. Itu sudah pasti Inaba. Tapi...—“ Bersamaan dengan suara sesuatu pecah yang terdengar dari luar rumah Kanji, terdengar teriakan perempuan kecil yang berasal dari tempat Yosuke. Kanji dapat mendengar Yosuke mengatakan ‘sampai jumpa’, lalu mematikan sambungan teleponnya, membiarkan irama ‘tut tut tut’ mengalir dari speaker teleponnya, memasuki telinga kanannya dan berputar-putar di pikirannya. Dengan malas, Kanji menyelipkan telepon genggamnya di kantung belakang celananya, lalu menghempaskan pantatnya di atas kasurnya yang empuk dan perlahan mengatur napasnya yang mulai tidak teratur; ia panik. Kedua telapak tangannya memegangi pipinya, yang kemudian bergerak perlahan ke atas dan mulai mengacak-acak rambutnya, berharap sesuatu dapat keluar dari pikirannya yang dangkal. Namun ia tidak menemukan apapun. Ia kembali memutar otaknya, mencari jawaban lain atas kejadian yang tadi terjadi, yang mungkin saja jawaban itu terselip di sela-sela lipatan otaknya yang tipis[1]. Ia membuang satu demi satu teori yang keluar dari otaknya seraya tertawa malas, lalu kembali menggeleng-geleng dan kemudian kembali berpikir. Tapi ia tetap tidak bergerak ke manapun; ia tidak menemukan apapun. Kanji mengangkat kepalanya ketika telinganya yang ditindik dan dipasangi tiga anting berwarna abu-abu, mendengar suara teriakan yang melengking, bagaikan suara auman serigala di tengah malam, bersamaan dengan suara kaca pecah lainnya. Ia melangkahkan kakinya, mendekati pintu kamarnya, dan bola mata coklatnya tak sengaja menangkap bayang-bayang papan yang dulu sering digunakannya, kini tergeletak usang di sudut kamarnya. Ia memutar bola matanya seraya menimbang-nimbang apakah lebih baik ia membawa papan itu, atau tidak. Raungan kembali terdengar, bersamaan dengan teriakan anak kecil, yang semakin lama semakin menghilang, tertelan suara angin yang semakin kencang. Tangan kanan Kanji menyambar papan itu, lalu berlari keluar kamarnya, membiarkan pintu kamarnya terbuka begitu saja. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru, membuat suara gaduh dari langkahnya yang kencang tanpa peduli apakah ada orang rumah yang akan terbangun karena perbuatannya ini, lalu menghentikan langkahnya ketika ia memasuki ruang keluarga, memandangi kacamata berbingkai tipis berwarna abu-abu, dengan tangkai berwarna hitam dan garis-garis kuning, hijau, dan merah yang bergabung, terlihat di ujung tangkai kacamata itu. Tanpa pikir panjang, Kanji menyambar kacamata itu dan mengenakannya, menaruh tangkai itu di sela-sela daun telinganya, lalu menarik pintu geser rumahnya dengan kasar, menutupnya sambil menimbulkan suara gaduh, dan segera berlari keluar, menenggelamkan diri dalam kabut tebal yang menyelubungi kota itu. --- lanjutan lagi, haha. oot: saya mau promosi lagi, boleh nggak? chapter 6 dari Persona 4: Waiting For the Dawn udah muncul di ff.net. baca dan review ya | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 30, 2009 4:03 pm | |
| wih.. keren!! detailnya bagus!
tapi kacamatanya kanji sebenernya warnanya gmana ya? | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 30, 2009 5:17 pm | |
| emg kayak yg kugambarin di atas (kurang lebih sih :p) kok. aku deskripsiin nya sambil liat gambar kacamata kanji di artbooknya, seinget ku.. | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 30, 2009 7:57 pm | |
| hooo. oke oke! ^ ^ chapter selanjutnya bakal dipost disini juga? | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 30, 2009 8:36 pm | |
| well, yeah. kalau misalnya di ff.net update, di sini juga update walaupun yg di ff.net jauh lebih cepet dari sini, hehehe. kalau ada chap. baru, review yaaa~ | |
| | | codename710 Mod
Jumlah posting : 1347 Age : 30 Quote : I have decided, I will dedicated my whole life to you..I will follow all of your choice and protect you no matter what happens..... Money : 30411 Registration date : 23.01.09
Persona-User Information Name: Tio Ottori Persona: Phantasos --> Merlin Gender: Male
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Mon Mar 30, 2009 8:39 pm | |
| oh iya, baru inget. blom review pnymu! | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sat Apr 04, 2009 7:43 pm | |
| Persona 4: Waiting For the Dawn —Lembar Kedua— Yang terlupakan, pada akhirnya hanya akan terkubur oleh hal baru lainnya. Tangga yang dilapisi kayu yang licin dan dingin, yang sebenarnya hanya terdiri dari beberapa anak tangga, terlihat begitu panjang di mata Rise dan Yukiko selagi kaki mereka terus bergerak, menuruni satu persatu anak tangga itu, semakin mendekati arah dari keributan yang tadi mereka dengar. Dengan telapak tangannya yang mulai berkeringat, Rise meremas pundak Yukiko, semakin lama semakin kencang, membuat Yukiko meringis kesakitan, namun ia tidak berkata apa-apa. Lengan Yukiko yang tertutupi jaket merahnya, bergesekkan dengan tembok rumah Rise, menimbulkan suara yang berdecit setiap kali ia memindahkan kakinya, menuruni satu tangga setiap menitnya seraya jantungnya berdegup kencang. Yukiko menghela napas, berusaha mengatur napasnya yang berantakan, yang membuatnya terlihat seperti orang yang terkena penyakit sesak napas. Ia menghentikan langkahnya, menyandarkan diri di tembok rumah yang berwarna krem tua—sangat berbeda dengan kamar Rise yang dipenuhi warna-warna cerah yang terkesan lembut—lalu menggerakkan tangan kanannya, mengelap keringat dingin yang membasahi dahinya. Ia menghirup napas panjang, lalu membuangnya dan membuka matanya yang ia pejamkan, mendapati cahaya lampu rumah Rise yang redup, menyinari wajahnya dan membuatnya merasa hangat. “Sen...pai? Yukiko-senpai?” panggil Rise dari belakang sementara cengkramannya semakin lama semakin kuat, dan Yukiko dapat merasakan jari jemari Rise yang kurus itu bergetar tidak beraturan, bersamaan dengan ekspresi wajahnya yang mengerut. Rise menghela napas, lalu menelan ludahnya dan menatap lurus pada bola mata hitam Yukiko sambil tersenyum, walaupun yang terlihat adalah seringai yang menakutkan, membuat Yukiko bergidik. Tiba-tiba, terdengar suara gaduh dari arah dapur; suara hantaman, seperti sesuatu yang besar dan kuat, menabrakkan dirinya pada lemari dan membuat lemari itu terjatuh, menghancurkan benda-benda lain yang tertimpa oleh benda besar itu. Rise terpekik pelan sementara bahunya bergetar, dan ia mengangkat kakinya, dan menaiki satu anak tangga dengan terburu-buru, membuatnya hampir terpeleset. Ia dapat merasakan keseimbangannya mulai menghilang akibat kakinya yang gemetar, membuatnya terhuyung-huyung dan menabrak tembok di sebelah kirinya, menjadikannya sebagai penyangga untuk berdiri. Di depannya, Yukiko terdiam dengan ekspresi tegang mewarnai wajahnya seraya ia menahan napas. Perlahan, ia menoleh kaku ke arah Rise, mengerutkan dahinya seraya melirikkan mata hitamnya ke arah suara berisik itu berasal. Sambil menggelengkan kepalanya, membuat rambut ikal merahnya yang halus bergerak-gerak perlahan mengikuti gerakan kepalanya yang pelan, Rise bergumam pelan, yang terdengar seperti ‘tidak tahu’ di telinga Yukiko, membuat bulu kuduknya berdiri. “Kamu... terlihat capek, Rise-chan.” Yukiko berkata pelan selagi matanya masih terus bergerak, mengamati ruangan yang ada di hadapannya, dan tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Ia melangkahkan kakinya, menaiki satu anak tangga yang ada di belakangnya, mendekati Rise sehingga ia bisa mendengar hembusan napas Rise yang tersendat-sendat. “Rise-chan?” Rise mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk, menatap ujung kakinya yang terbungkus kaos kaki hitamnya yang panjang, lalu memandangi wajah Yukiko yang samar-samar terlihat cemas bercampur kengerian yang nyata. Ia tersenyum lemah, lalu menggelengkan kepalanya kembali, berusaha menghilangkan perasaan aneh yang tiba-tiba menyelubunginya, menyelimuti dirinya. Ia dapat merasakan tubuhnya semakin lama semakin merosot, membuatnya terduduk di atas anak tangga dan tangan kanannya menggenggam erat pegangan tangga yang terasa dingin di dalam tangannya yang berkeringat. “Rise-chan?” panggil Yukiko, berbisik. Ia mendekati Rise, memegangi dahi Rise yang berkeringat dengan telapak tangannya yang dingin, lalu mengerutkan dahinya karena suhu badan Rise tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia demam. Ia lalu menoleh ke belakang, memandangi keadaan ruang keluarga yang ada di belakangnya melalui bahunya, dan sekali lagi, tidak menemukan apapun. Ia menghela napas dan kembali menoleh pada Rise yang masih sibuk mengatur napasnya yang semakin lama semakin terputus-putus. “Aneh, Yukiko-senpai,” jawab Rise pelan. Ia mengangkat wajahnya, memperlihatkan wajahnya yang terlihat pucat daripada sebelumnya, dengan ekspresi bingung yang terlihat jelas di wajah oval itu. Rise menggeleng-geleng seraya tangan kirinya menyentuh ujung dahi bagian kirinya dan mulai memijit-mijitnya. “Sejak dengar kaca pecah tadi... ada sesuatu yang... aneh?” Rise memiringkan kepalanya, lalu memejamkan matanya sambil menghela napas panjang. “Aku bahkan nggak ngerti apa yang aku omongin.” Ia mengaku sambil menggelengkan kepalanya pelan. Dan lagi, terdengar suara gaduh, berisik. Suara sesuatu yang mendekati mereka, membuat benda-benda yang dilewatinya jatuh bergelimpangan dan menghasilkan suara yang memekakkan telinga. Yukiko mengangkat wajahnya dengan cepat, membalikkan badannya dan menggenggam erat kipas merah muda yang ia selipkan di balik jaket merahnya, bersiap-siap akan melemparkan kipas itu ketika sesuatu yang aneh ini muncul di hadapannya. Ia melirik perlahan ke arah Rise yang masih terlihat pucat, lalu mengernyit dan kembali memfokuskan pendengarannya, mencoba mendengarkan suara berisik yang semakin lama semakin mendekatinya. Hembusan napas Rise yang memburu terdengar jelas di telinga Yukiko, membuat alisnya berkedut selagi tangannya semakin erat menggenggam kipasnya. Ia dapat mendengar Rise bergumam sesuatu, yang tidak begitu jelas, membuatnya menoleh dan mendapati Rise sedang berdiri di belakangnya, terhuyung-huyung, melangkahkan kakinya ke belakang, menaiki satu demi satu tangga, memberi jarak di antara mereka berdua. “Senpai, la...ri.” Rise berbicara pelan, lalu mengatur napasnya kembali. Ia memejamkan matanya selagi alisnya mengerut, membuat dahinya terlihat berlipat, dan tangan kirinya mencengkram erat baju orange yang melapisi baju putih ketatnya, yang menutupi badan bagian atasnya. “Perasaan ini... seperti...—“ Rise tersentak, lalu mengangkat wajahnya dengan cepat, menatap ngeri ke arah Yukiko—ke belakang Yukiko, yang kini sedang menatapnya bingung. “—Shadow?” Bersamaan dengan langkah Rise yang kembali terdengar, menaiki satu anak tangga lagi, terdengar raungan dan hentakan yang kencang, menggetarkan tembok yang saat ini menjadi penyangga Rise, membuat tubuhnya yang lemas bergoyang sebentar, dan ia memegangi dahinya yang pusing, mengelap keringat yang melapisinya. Mata coklatnya menatap Yukiko yang kini sedang menoleh ke belakang, mendapati tak ada apapun yang ada di sana, lalu ia bergidik ketika suara gaduh itu kembali terdengar, sangat dekat. Tiba-tiba, telepon genggam Yukiko berdering, bergetar-getar di dalam saku roknya, meneriakkan nada-nada aneh yang membuat Rise mengernyit bingung. Yukiko melirik ke arah sakunya, lalu dengan tangan kanannya, menggenggam telepon genggam itu seraya kakinya berlari, menaiki anak tangga dan menyebabkan suara gaduh yang bersahutan dengan suara gaduh lainnya, yang terdengar makin mendekat ke arahnya. Ia menarik lengan Rise yang gemetar, memaksanya menaiki anak tangga yang tersisa tanpa memperdulikan suara berisik dan raungan yang berada di belakang mereka, yang semakin lama semakin keras. Bola mata hitam Yukiko menangkap bayangan samar kamar Rise yang terbuka, dan ia mempercepat langkahnya, membuat Rise bersusah payah mengikuti kecepatan kakinya sementara kepalanya terus berputar-putar. Ia menoleh ke belakang, dan ia yakin, ia mendapati sesuatu memandanginya dari kejauhan, dengan seringai senang menari di wajahnya yang samar. Ia mengernyit, namun tarikan tangan Yukiko membuatnya menjauhi bayangan itu, meninggalkan seringai yang lenyap, berganti dengan tawa yang mulai menggema di dalam pikirannya lagi. -- lanjutannya lagi.. oot: dan saya mau promosi lagi untuk kesekian kalinya. chapter 7 dari Persona 4: Waiting For the Dawn udah muncul di ff.net. baca dan review ya (kalau berkenan, hehe) | |
| | | lalalalala
Jumlah posting : 5533 Age : 29 Quote : YEAH, PS3 REALLY SHOULD DIE.DIE.DIE! -dilempar granat sama sony- Money : 42979 Registration date : 03.03.09
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sat Apr 04, 2009 9:30 pm | |
| maaf double post tapi.. dan maaf, oot:
Persona 4: Count Down
em, cuma trailer sih. dan kelanjutan fanfic itu bergantung pada pendapat anda semua sebagai pembaca~ | |
| | | Ciocarlie Moon
Jumlah posting : 2182 Age : 33 Quote : God Create the death in the world so human can appreciate the meaning of life Money : 35198 Registration date : 24.02.09
Persona-User Information Name: Miru Futabaki Persona: Wakaruhime Gender: Female
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sat Apr 04, 2009 9:51 pm | |
| wo.... bagus2 lalala-chan, lanjutkan!!! | |
| | | Yukio Kishida Admin
Jumlah posting : 4017 Age : 29 Quote : sukoshi okuretemo matte itte kudasai Money : 37435 Registration date : 04.01.09
Persona-User Information Name: Yukio Kishida Persona: Yukiotsu => Miyukizu Gender: Female
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD Sun Apr 05, 2009 8:31 am | |
| lala-san (bosen manggil la5x mlu haha) yukio bru baca prologue hhe mnrut yukio critanya bgus cuman mngkin bahasa agk sulit dimengerti hhe... mke bahasanya agk lebih sante aja biar org yg baca jg sante ^^ ni pendapat yukio aja lho, lgian yukio blom baca kelanjutannya sapa tau ffnya lala-san udh disempurnain lg hhe nnti yukio baca lg kelanjutannya ^^ tetep lanjutin ya... ganbatte lala-san!! hhehehe | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: [ON WRITING/T] P4: WftD | |
| |
| | | | [ON WRITING/T] P4: WftD | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| Latest topics | » KEN YU SPIK INGLISH!!?Mon Jun 01, 2020 6:14 am by RoSe » Why do we stay?Mon Jun 01, 2020 6:12 am by RoSe » Absensi --absen dulu ya..--Mon Jun 01, 2020 6:10 am by RoSe » A-Z karakter anime manga gameTue May 26, 2020 5:32 pm by Freak » lanjutkan dgn tiga kataTue May 26, 2020 5:22 pm by Freak » pasangin member sama...Tue May 26, 2020 5:17 pm by Freak » War areaTue May 26, 2020 5:13 pm by Freak » OL sambil ngapain?Tue May 26, 2020 5:10 pm by Freak » SAMBUNG-SAMBUNGIN LIRIK LAGUTue May 26, 2020 5:04 pm by Freak » The Person Above Me GameTue May 26, 2020 4:56 pm by Freak » Avatar di atas mu ngomong apa tuh!Tue May 26, 2020 4:50 pm by Freak » shiritori~Mon May 25, 2020 11:51 pm by es teh hangat » Maen tebakan humor yuk!Mon May 25, 2020 11:48 pm by es teh hangat » Kanji's threadMon May 25, 2020 11:04 pm by Nying2 » Komen Siggy member diatas kamu!Mon May 25, 2020 11:02 pm by Nying2 |
User Yang Sedang Online | Total 42 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 42 Tamu :: 1 Bot
Tidak ada
User online terbanyak adalah 231 pada Sun Nov 03, 2024 5:09 am
|
|